Santo Montfort

Friday, May 05, 2006

 
RIWAYAT HIDUP
SANTO LOUIS-MARIE GRIGNION DE MONTFORT


Louis Grignion de la Bachelleraie lahir dari sebuah keluarga sederhana dan baik di desa Montfort, Bretanye, Prancis Barat pada 31 Januari 1673. Dia adalah anak kedua dari delapanbelas bersaudara. Keluarga besar!
Dia menerima pendidikan-pendidikan awal dari orangtuanya, terutama ibunya. Ia mewarisi watak perkasa dari ayahnya serta kelemah-lembutan dan kesalehan dari ibunya. Dia menanggapi pelajaran-pelajaran yang diberikan ibunya dengan sepenuh hati. Dia menjadi begitu saleh dan lemah-lembut. Maka tidak heran kalau lebih suka berdoa daripada bermain bersama dengan adik-adiknya. Hiburan kesukaannya adalah berdoa Rosario.
Dia kerap mengumpulkan anak-anak seusianya untuk mengajarkan mereka katekismus, mendaraskan doa Rosario atau menyanyikan lagu-lagu rohani. Dari semua murid kecilnya, dia paling menyukai adiknya, Jeanne-Guyonne. Untuk menjauhkan adiknya itu dari permainan yang gaduh dan menolongnya mencintai doa, Louis kerap berkata, "Adikku, kamu akan selalu tampak cantik. Setiap orang akan mencintaimu jika kamu mencintai Allah!" Segera Jeanne-Guyonne, yang biasa disapa Louise, menjadi begitu saleh seperti kakaknya itu.
Ketika menerima Sakramen Krisma, Louis menambahkan nama Maria pada namanya sendiri. Namanya menjadi Louis-Marie de Montfort. Dia melakukan itu sebagai tanda cintanya yang mendalam kepada Bunda Maria. Dia juga mengganti nama marganya, "de la Bachelleraie", dengan nama kota kelahirannya, "Montfort". Penggantian nama ini merupakan ungkapan sikap lepas bebasnya dari ikatan apapun, termasuk ikatan keluarga.
Ketika berusia duabelas tahun, Louis belajar di kolese
Santo Thomas Becket di Kota Rennes. Sekolah ini diasuh oleh para Pater Yesuit. Di situ dia menjadi siswa teladan.
Setelah delapan tahun belajar di sekolah ini, pada 1693 studinya di Rennes selesai. Seorang penderma menawarkan beasiswa kepadanya untuk belajar di Seminari Tinggi di Paris. Ia melihat tawaran itu sebagai pengabulan atas doa-doanya. Ia berangkat!
Di jembatan Cesson,
ia berpisah dari keluarganya. Ia menolak kuda pemberian ayahnya. Pakaian pemberian ibunya diberikannya kepada pengemis yang dijumpainya. Semua uang hadiah dari paman dan orang-tuanya diberikannya kepada para pengemis. Bahkan pakaian yang melekat di badannya pun ditukarnya dengan pengemis lainnya.
Setelah itu dia baru merasa bebas dan berkata, "Sekarang saya benar-benar dapat mengatakan, ‘Bapa kami yang ada di surga’." Ia menyerahkan hidupnya sepenuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi. Ia menyerahkan diri kepada kebaikan dan cinta Allah.
Jarak Rennes-Paris tiga ratus kilometer. Ia menempuh perjalanan itu dengan berjalan kaki. Dia mengarungi perjalanannya dengan penuh gembira. Hujan dan badai, panas menyengat pada siang hari dan dingin yang menggigit pada malam hari tidak dihiraukannya. Ia terus berjalan sambil berdoa rosario dan bernyanyi. Untuk mengisi perutnya dan beritirahat, ia tidak malu meminta belas kasihan orang.

Seminari Saint Sulpice

Akhirnya, ia tiba juga di Paris sebagai seorang pengemis. Ia diterima di Seminari Tinggi dan ditempatkan di bagian untuk para frater yang miskin. Selama tujuh tahun Montfort mengikuti pendidikan di seminari itu.
Selama di seminari dia rajin membaca. Sebagai petugas perpustakaan, Montfort membaca banyak buku. Hasilnya akan tampak kemudian!
Dia siap berkorban untuk siapa saja. Untuk temannya yang juga miskin, ia pergi mengemis makanan dan pakaian. Ia bekerja keras siang dan malam. Kadang-kadang untuk bisa mendapatkan uang, ia mau menjaga mayat semalam suntuk sendirian. Di situ ia berdoa dengan khidmat.
Banyak orang tidak bisa memahami semangatnya. Para guru menganggapnya aneh. Teman-temannya mengolok-olok dia. Namun, ia tidak marah. Ia malah semakin bersemangat berbuat baik.
Akhirnya, pada 5 Juni 1700 Montfort menerima urapan imamat suci. Usianya duapuluh tujuh tahun saat itu. Setelah menjadi imam, ia menjadi lebih gelisah. Ia merasakan dorongan kuat untuk menyebarkan bakti sejati kepada Bunda Maria.
Mula-mula Pater Montfort bergabung dengan sekelompok imam di kota Nantes. Kemudian ia melaksanankan karya misionernya, di kota Poitiers. Ia memperbaiki wisma tunaharta di kota itu. Di dalam wisma itu ratusan kaum miskin dan sakit, "sampah masyarakat" ditampung. Dia sendiri merawat para penderita yang mengidap berbagai macam penyakit. Dia membersihkan dan menciumi luka-luka mereka. Semua itu dilakukannya sebagai ungkapan cinta yang mendalam kepada Yesus. Baginya Yesus sungguh-sungguh hadir dalam diri orang-orang sakit yang malang itu.
Di kota kecil itulah kekudusannya menarik perhatian seorang gadis muda. Namanya Louise Trichet. Puteri seorang jaksa ini amat murah hati dan lemah lembutan.
Suatu malam kakaknya mengisahkan kotbah seorang imam suci. Louise-Trichet tertarik pada kisah kakaknya itu. Ia ingin pergi kepada imam itu untuk mengaku dosa. Keinginannya terwujud. Ketika dia masuk kamar pengakuan, Pater Montfort bertanya kepadanya, "Anakku, siapakah yang menyuruhmu datang kepadaku?"
"Saudariku yang menyuruhku, Pater!" sahut Marie-Louise.
"Bukan! Bukan saudarimu yang mengutus engkau kepadaku. Bunda Maria! Dialah yang telah mengutusmu kepadaku," ujar Pater Montfort.
Dengan kata-katanya yang diterangi oleh Roh Kudus ini, Pater Montfort menjadi pembimbing rohani Marie-Louise. Lalu pada 2 Pebruari 1703, Montfort menyerahkan busana kebiaraan kepadanya.
Ketika menyerahkan busana biara kepadanya, Pater Montfort berkata, "Nama saya Louis-Marie. Sedang namamu, Marie-Louise. Baiklah kalau engkau menambahkan nama Yesus pada namamu. Nama itu harus terus kaubawa sebagai bagian dari hidupmu!"
Dengan demikian, nama Marie-Louise Trichet menjadi Marie-Louise dari Yesus. Itulah nama yang dipakainya hingga akhir hayatnya. Lalu, pakaian yang dikenakannya kemudian menjadi pakaian resmi para suster Putri-putri Kebijaksanaan.
Setelah itu, Montfort meninggalkan Marie-Louise sendirian selama sepuluh tahun. Ia sendirian mengurus wisma tunaharta Poitiers. Namun, beberapa tahun kemudian datang pula seorang gadis lain, yang bernama Catherine Brunet. Catherine Brunet bergabung dengan Marie-Louise dan menjadi suster Puteri Kebijaksanaan.
Setelah itu, Montfort meminta dia bersama dengan seorang rekannya, Catherine Brunet, meninggalkan kota Poitiers dan berangkat ke La Rochelle. Walaupun berat, dia tetap melakukan permintaan itu. Di kota pelabuhan sini mereka berdua melayani kaum tunawisma dan tunaharta.
Sementara itu Santo Montfort telah memulai suatu kunjungan panjang dalam rangka karya misinya di berbagai paroki. Di mana-mana dia mendapatkan sukses besar.
Rupanya, keberhasilan orang kudus ini mengundang iri hati kaum Yansenis. Dengan cara sangat licik mereka berhasil membujuk para uskup setempat untuk menyingkirkan misionaris keliling itu. Nah, celakanya, para uskup percaya begitu saja pada informasi para penganut bidaah itu. Dia pun diusir oleh beberapa uskup dan juga oleh para imam yang termakan hasutan kaum Yansenis itu.
Semangatnya yang menggebu-gebu untuk mewartakan Injil juga mewarnai kehidupannya sendiri. Sikap kerasnya juga ikut berperan di dalam penilaian pihak-pihak yang berseberangan dengan dia.
Setelah mendapat tekanan oleh berbagai pihak, imam bersemangat baja ini segera memutuskan untuk menghindar dari kebencian mereka.
Dia mengalami keraguan tentang perutusannya. Karena itu, Montfort memutuskan untuk berangkat ke Roma untuk meminta nasehat Bapa Suci, Paus Klemens XI. Dengan berjalan kaki ia menempuh jarak ribuan kilometer. Ketika dari jauh dia melihat kubah Basilika Santo Petrus, ia segera menanggalkan sepatunya dan mencium tanah lalu melanjutkan perjalanannya dengan kaki telanjang.
Dia tinggal di kota para Paus itu selama beberapa hari. Kemudian ia mendapat kesempatan untuk mengadakan audiensi pribadi dengan Bapa Suci. Pada waktu itu Bapa Suci hanya mengatakan sebuah pesan singkat kepadanya, "Pulanglah ke Prancis karena para imam yang suci sungguh diperlukan di sana!" Tidak itu saja, Bapa Suci bahkan menganugerahkan dia gelar "Misionaris Apostolik". Dia diberi salib dengan indulgensi penuh bagi setiap orang yang mengecup Salib Tuhan itu dengan penuh hormat.
Dia sungguh taat kepada perkataan Bapa Suci. Dengan peneguhan dari wakil Kristus di dunia itu, Montfort kembali ke Prancis Barat. Dia mewartakan Injil di daerah-daerah pedesaan, terutama kepada orang-orang sederhana.
Di dalam misinya dia sering mengumpulkan umat untuk mendaraskan Rosario bersama-sama. Dia juga berbakat seni. Dia mengarang dan menyanyikan syair-syair rohani atau dinyanyikan oleh Bruder Mathurin Rangeard, pengikutnya yang pertama. Selain itu, dia juga membuat patung Bunda Maria dan patung tubuh Yesus.
Tidak hanya itu! Dia menggerakkan umat untuk mendirikan bukit Kalvari sesuai dengan ukuran aslinya. Salah satu contohnya adalah bukit Kalvari Pontchâteau.
Namun, di sini juga dia harus menghadapi kenyataan yang sangat menyakitkan. Kalvari yang dibangun selama setahun tidak bisa diresmikan.
Beberapa saat sebelum upacara pemberkatan dilaksanakan, datang sebuah perintah singkat dari uskup setempat. Isinya, upacara itu tidak boleh dilaksanakan. Selain itu, uskup juga memerintahkan agar bukit kalvari itu harus dihancurkan. Dikatakan, bukit kalvari itu akan digunakan sebagai benteng pertahanan bagi tentara Inggris yang mau menyerang Prancis. Uskup menulis, "Setelah saya mempelajari berbagai informasi yang disampaikan kepada saya bahwa kalvari itu akan digunakan sebagai tempat persembuyian musuh-musuh dalam perang, saya melarang diadakannya upacara pemberkatan. Bukit kalvari itupun harus dihancurkan."
Montfort tidak putus asa. Dia segera berangkat menuju ke istana uskup meminta penjelasan. Namun, hasilnya sia-sia! Dia pulang dengan tangan hampa. Umat yang telah menunggunya dengan penuh kecemasan harus puas dengan mendengarkan ucapannya, "Kita berencana untuk menempatkan sebuah Salib di atas sebuah bukit.
Namun rupanya Allah menghendaki agar kita menanamnya di dalam hati kita sendiri. Semoga hehendak kudus-Nyalah yang terjadi!"
Hanya itu! Umat bubar membawa kesedihan dalam benak mereka. Kerja keras mereka selama setahun lebih dihancurkan dalam sekejap oleh sebuah perintah pimpinan keuskupan. Seperti biasa, Montfort sendiri bisa menerima semua perlakuan tidak adil itu dengan tenang. Dia tidak patah semangat. Dia juga tidak membenci mereka yang menyakitinya. Sebaliknya dia justru semakin bersemangat dalam mewartakan Injil.

Tiga Kongregasi

Sejak tahun-tahun awal imamat dan selama karya kerasulannya, Montfort telah merindukan sekelompok imam misionaris. Kelompok imam miskin ini harus mempunyai gaya hidup seperti dia. Mereka hidup lepas-bebas dengan hanya mengandalkan bantuan Penyelenggaraan Ilahi.
Dia secara khusus berdoa kepada Allah untuk cita-citanya ini. Doa-doanya sungguh menggebu-gebu. Begitu dalam doanya sampai ia sendiri meminta kepada Allah untuk membiarkan dirinya mati saja jika serikat yang dirindukan-nya itu tidak terwujud. Ia ingin agar semangat iman umat bisa diperbaharui seperti yang tengah dilakukannya. Tugas itu harus dilanjutkan oleh para misionarisnya. Mereka harus mendirikan Kerajaan Yesus Kristus melalui Bunda Maria.
Pendirian Kerajaan Kristus itu terjadi melalui penghayatan janji-janji Baptis yang telah mereka ucapkan. Maka, yang harus dilakukan dalam karya misinya adalah membantu umat membaharui janji-janji Baptis mereka. Bagi Montfort, pembaharuan janji baptis itu sama dengan Pembaktian Diri sempurna kepada Yesus Kristus melalui tangan Bunda Maria.
Dalam sebuah misi di suatu paroki ia bertemu dengan seorang imam muda. Namanya, René Mulot. Montfort mengajak Mulot untuk mengikutnya dalam karya misi kelilingnya. Rupanya Mulot agak enggan menanggapi ajakan ini karena ia menderita sedikit lumpuh dan asma.
Pengembara Allah ini meyakinkannya. "Jangan cemas tentang kesehatanmu. Percayalah bahwa segera setelah anda melayani Allah melalui kotbah-kotbah dalam misi rakyat, segala penyakitmu akan lenyap dengan sendirinya," demikian ujar Pater Montfort.
Memang terjadilah demikian. Mulot yang sakit-sakitan itu bisa meneruskan karya misi yang telah dimulai oleh Pater Montfort. Ia bahkan mampu menjalankan tugasnya sebagai Superior Jenderal Serikat Maria selama 39 tahun. Selain Pater Mulot, ada beberapa pengikut pertamanya seperti Pater Vatel, Bruder Mathurin.
Serikat ini kini lebih dikenal dengan nama Serikat Maria Montfortan (SMM). Para anggotanya, yang terdiri dari para pater dan para bruder, biasa disebut Montfortan. Mereka kini berkarya di lima benua dan tersebar di 35 negara.
Semasa hidupnya, Santo Montfort juga mendirikan sekolah-sekolah cinta kasih. Sekolah-sekolah ini biasanya dipakai untuk mendidik anak-anak miskin. Di situlah Santo Montfort menempatkan para bruder yang bertugas mengajar anak-anak yang tak mampu itu. Kelompok para bruder yang bertugas mengajar inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya Serikat para bruder Santo Gabriel (SG). Serikat ini kini melaksanakan karya kerasulan di bidang pendidikan kaum muda.
Selain Serikat Maria, kini lebih dikenal sebagai SMM dan SG, Santo Montfort juga mendirikan Serikat suster Putri-putri Kebijaksanaan (FdlS: Filles de la Sagesse; DW: Daughters of Wisdom).
Seperti telah dikisahkan di atas, kongregasi ini didirikan oleh Santo Montfort bersama dengan Suster Marie-Louise dari Yesus. Sesuai panggilan dasarnya, para suster kongregasi ini melaksanakan karya pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan wanita dan anak-anak, terutama mereka yang memiliki cacat fisik dan mental.
Dari ketiga serikat tersebut, hingga kini Serikat Maria Montfortan berkarya di Indonesia sejak 1939, dan Serikat suster Putri-putri Kebijaksanaan sejak 2003. Menurut teladan Bapa Pendirinya, para Montfortan berkarya di daerah pedalaman, seperti di Kalimantan Barat, khususnya di Keuskupan Sintang, dan juga di Keuskupan Ruteng, Flores. Pendidikan para calon Montfortan dilaksanakan di Malang, Jawa Timur. Para frater dikirim untuk studi filsafat dan teologi di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi WIDYA SASANA, Malang. Sedang Tarekat Bruder St. Gabriel masih menjajaki kemungkinan untuk mulai berkarya juga di Indonesia.


Tulisan-tulisan Santo Montfort

Santo Montfort boleh dibilang cukup berhasil dalam karyanya sebagai misionaris apostolik dan juga sebagai pendiri kongregasi-kongregasi religius. Keberhasilannya itu tidak terlepas dari kehidupan rohaninya yang sangat dalam. Matiraganya keras dan terus-menerus dan kehidupan doa serta meditasinya yang begitu intensif mendatangkan rahmat Allah bukan hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi orang-orang lain.
Ia bahkan kerap mengalami penampakan Bunda Maria. Suatu ketika, seorang ibu yang baik melihat Pater Montfort tengah berjalan ke rumahnya bersama dengan seorang gadis yang amat jelita. Gadis cantik itu berjubah putih panjang. Lalu ibu itu berusaha untuk membuka pintu menemui Pater Montfort dan gadis itu. Dia terkejut sekali karena ternyata setelah sampai muka pintu ia hanya melihat Santo Montfort seo-rang diri. Ketika penglihatan itu disampaikan kepadanya, Santo Montfort mengatakan kepada ibu itu, "Ibu, jangan katakan penglihatanmu itu kepada siapapun. Percayalah, anda berkenan di hadapan Tuhan Yesus sehingga Dia memperkenankan anda melihat Bunda-Nya."
Hidup Santo Montfort amat singkat. Ia hanya sempat menikmati hidup di dunia selama 43 tahun. Namun, dalam usia yang masih demikian muda dia telah memberikan yang terbaik buat Tuhan. Hingga akhir hayatnya dia tidak pernah berhenti berkotbah. Matiraganya yang keras ditambah dengan racun maut yang dicampurkan dalam minuman oleh kaum Hugenot telah ikut memperlemah daya tahan fisiknya. Di atas ranjang mautnya ia masih terus memuji Tuhan dan Bunda-Nya. Dia menerima Sakramen Perminyakan suci dan mendiktekan surat wasiat-nya kepada Pater Mulot dengan penuh kegembiraan. Dengan Salib di tangan yang satu dan patung Bunda Maria di tangan yang lainnya dia menyongsong kematiannya dengan penuh gembira.
Dalam sakrat mautnya ia masih juga sempat berkata, "Kini saya tidak akan pernah berbuat dosa lagi karena saya telah berada di antara Tuhan Yesus dan Bunda Maria!"


Setelah itu, misionaris suci ini menghembuskan nafasnya yang terakhir di desa Saint Laurent-sûr-Sèvre, Prancis, pada 28 April 1716. Pada hari berikut jenazahnya dimakamkan di gereja paroki.
Pada saat pemakaman, di hadapan banyak umat yang hadir Pater Mulot berkata, "Hari ini kita menancapkan dua Salib, yaitu Salib misi yang telah dimulai oleh Pater Montfort dan Salib makam Pater Montfort."
Kini sebuah basilika megah dibangun menaungi makamnya. Di tempat yang sama, dimakamkan pula Suster Marie-Louise dari Yesus yang meninggal 43 tahun kemudian.
Dikatakan, Marie-Louise meninggal pada tempat, tanggal dan bulan serta jam yang sama dengan saat Pater Montfort meninggal. Murid setia Santo Montfort ini dinyatakan "Berbahagia" (Beata) oleh Paus Yohanes Paulus II pada 16 Pebruari 1993.
Harum kesucian "Pater yang baik dari Montfort" ini tersebar luas bersamaan dengan penyebaran para pengikut-nya ke seluruh penjuru dunia. Ia dinyatakan "berbahagia" (Beato) pada 1888 dan diberi gelar "Kudus" (Santo) pada 20 Juli 1947 oleh Paus Pius X.

Selama hidup dan karya pastoralnya Santo Montfort menghasilkan banyak karya tulis. Di antara sekian banyak karya tulisnya bisa disebutkan beberapa bukunya yang cukup berpengaruh dalam kehidupan menggereja terutama berkenaan dengan bakti (devosi) kepada Bunda Maria. Buku-buku yang dimaksud adalah Cinta dari Kebijaksanaan Abadi, Bakti Sejati kepada Santa Perawan Maria, Rahasia Maria, Rahasia Rosario. Selain buku-buku ini Santo Montfort juga menulis banyak surat dan menciptakan ratusan puisi dan lagu.
Buku Bakti Sejati kepada Santa Perawan Maria sangat berpengaruh dalam kehidupan rohani banyak orang zaman kita ini. Misalnya saja Paus Yohanes Paulus II. Ia menyatakan, penghormatannya kepada Bunda Maria dimurnikan oleh isi buku itu. Bapa Suci bahkan mengatakan, dia setiap hari secara khusus menyediakan waktu untuk membaca buku tersebut.
Tokoh lain yang sangat tertarik kepada tulisan Santo Montfort adalah Frank Duff. Awam Katolik asal Irlandia ini begitu tertarik kepada "ramalan" Santo Montfort tentang sepasukan gagah pria dan wanita yang siap bertempur demi Yesus Kristus dan Bunda-Nya dengan senjata Salib dan ali-ali Rosario. Terdorong oleh "ramalan" ini pada 1921 ia mendirikan Legio Maria. Kelompok kerasulan awam ini hingga kini ikut berperan dalam kerasulan awam. Tentu saja, masih ada banyak orang lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu di sini. Mereka pun telah menimba nilai rohani dari buku ini dan karya-karya lain yang dihasilkan Santo Montfort.
Akhirnya, marilah kita berdoa kepada Allah dengan perantaraan imam suci ini. Ia telah mengabdikan seluruh hidupnya demi kehormatan Bunda Maria. Semoga api cintanya yang menyala-nyala kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria menghangatkan juga jiwa kita.



Lihat juga: Keluarga besar St.Montfort

Mencari informasi? E-mail kepada  smm-nico@bdg.centrin.net.id

Archives

May 2006  

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Subscribe to Posts [Atom]